Rabu, 28 April 2021

Nih Ternyata Pohon Bukan Merupakan Penyumbang Oksigen Terbesar Untuk Bumi

Kalau balasan kalian yakni pohon, ups maaf masih salah. Pohon yakni salah satu penyumbang oksigen, akan tetapi cuma sebesar 20% untuk bumi. Pohon memiliki kegunaan untuk mitigasi (mengurangi) karbondioksida yang ada di bumi. Kaprikornus untuk meminimalisir pengaruh pemanasan global, tanamlah pohon semoga CO2 nya mampu dimanfaatkan oleh pohon. Karena nilai masuk logika dari CO2 yakni 0,1% di bumi ini, tetapi tahun 2010 ini kadar CO2 di atmosfer bumi telah mencapai 0,3%. Makara tanggapan yang benar ialah Plankton, terutama yakni Fitoplankton. Plankton didefinisikan selaku organisme hanyut apapun yang hidup dalam zona pelagik (bagian atas) samudera, bahari, dan tubuh air tawar. Secara luas plankton dianggap sebagai salah satu organisme paling penting di dunia, karena menjadi bekal makanan untuk kehidupan akuatik. Bagi kebanyakan makhluk bahari, plankton adalah masakan utama mereka. Plankton berisikan sisa-sisa binatang dan tumbuhan maritim. Ukurannya kecil saja. Walaupun tergolong sejenis benda hidup, plankton tidak mempunyai kekuatan untuk melawan arus, air pasang atau angin yang menghanyutkannya. Plankton hidup di pesisir pantai di mana ia menerima bekal garam mineral dan cahaya matahari yang mencukupi. Ini penting untuk memungkinkannya terus hidup. Mengingat plankton menjadi kuliner ikan, tidak aneh jikalau ikan banyak terdapat di pesisir pantai. Itulah sebabnya acara menangkap ikan aktif dikerjakan di daerah itu. Selain sisa-sisa binatang, plankton juga tercipta dari tanaman. Jika dilihat memakai mikroskop, bagian tumbuhan alga sanggup dilihat pada plankton. Beberapa makhluk bahari yang menyantap plankton adalah menyerupai batu karang, kerang, dan ikan paus. Plankton yakni organisme yang menyumbang 80% kebutuhan oksigen yang ada di bumi ini. Dengan kemampuannya berespisari menciptakan gelembung-gelembung oksigen yang terdapat di dalam bahari, oksigen tersebut terlepas ke udara dan menjadi gas yang mampu kita nikmati sekarang. Para ilmuwan dari Amerika Serikat menemukan plankton secara tidak langsung sanggup membuat awan yang sanggup menahan sebagian sinar matahari yang merugikan. Sehingga plankton mampu membantu memperlambat proses pemanasan bumi. Dierdre Toole dari Institusi Oceanografi Woods Hole (WHOI) dan David Siegel dari Universitas California, Santa Barbara (UCSB) yakni dua peneliti itu. Penelitian yang dibiayai oleh NASA tersebut mengungkapkan dikala matahari menyoroti lautan, lapisan atas laut (sekitar 25 meter dari permukaan laut) memanas, dan menjadikan perbedaan suhu yang cukup tinggi dengan lapisan bahari di bawahnya. Lapisan atas dan bawah tersebut terpisah dan tidak saling tercampur. Plankton hidup di lapisan atas, tapi nutrisi yang diharapkan oleh plankton terdapat lebih banyak di lapisan bawah maritim. Karenanya, plankton mengalami malnutrisi. Akibat kondisi malnutrisi ditambah dengan suhu air yang panas, plankton mengalami stress sehingga lebih rentan kepada sinar ultraviolet yang sanggup merusaknya. Karena rentan kepada sinar ultraviolet, plankton menjajal melindungi diri dengan menghasilkan zat dimethylsulfoniopropionate (DMSP) yang berfungsi untuk menguatkan dinding sel mereka. Zat ini jika terurai ke air akan menjadi zat dimethylsulfide (DMS). DMS lalu terlepas dengan sendirinya dari permukaan laut ke udara. Di atmosfer, DMS bereaksi dengan oksigen sehingga membentuk sejenis bagian welirang. Komponen sulfur DMS itu kemudian saling melekat dan membentuk partikel kecil mirip bubuk. Partikel-partikel kecil tersebut kemudian mempermudah uap air dari maritim untuk berkondensasi dan membentuk awan. Kaprikornus, secara tidak langsung, plankton menolong menciptakan awan. Awan yang terbentuk menyebabkan makin sedikit sinar ultraviolet yang mencapai permukaan maritim, sehingga plankton pun terbebas dari gangguan sinar ultraviolet. Proses ini sebenarnya telah beberapa tahun dipelajari di laboratorium oleh para ilmuwan, namun proses alamiahnya gres kali ini sanggup dipelajari. Awan yang disebabkan oleh plankton ini, diandalkan mampu memperlambat proses pemanasan bumi, serta memiliki efek besar tehadap iklim bumi. Namun, untuk menunjukan hal tersebut, masih harus dijalankan penelitian lanjutan yang seksama. Penelitian yang dilaksanakan di Laut Sargasso, lepas pantai Bermuda ini juga memperoleh secara mengagetkan bahwa partikel DMS ini sanggup terurai dengan sendirinya di udara setelah tiga sampai lima hari saja. Padahal, karbondioksida di udara, mampu bertahan hingga berpuluh-puluh tahun. Karena penguraian alamiah DMS sungguh cepat, DMS tidak akan mengakibatkan dampak rumah kaca, tidak menyerupai karbondioksida. Kaprikornus bersyukurlah lantaran mereka kita masih mampu menghirup udara dengan bebas untuk kelangausngan hidup. Lalu yang terpenting dan terutama, bersyukurlah lantaran Tuhan mu telah membuat mereka.
Sumber http://teknovirtu.blogspot.com


EmoticonEmoticon